Kurikulum
adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh
suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan
kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan
perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap
jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan
lapangan kerja. Sedangkan menurut Hilda Taba (1962), Kurikulum sebagai a
plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh
siswa. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa kurikulum sebagai dokumen
tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di sekolah.
Aspek yang
tidak terungkap secara jelas tetapi tersirat dalam definisi kurikulum sebagai
dokumen adalah bahwa rencana yang dimaksudkan dikembangkan berdasarkan suatu
pemikiran tertentu tentang kualitas pendidikan yang diharapkan. Perbedaan
pemikiran atau ide akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam kurikulum yang
dihasilkan, baik sebagai dokumen mau pun sebagai pengalaman belajar. Oleh
karena itu Oliva (1997:12) mengatakan “Curriculum itself is a construct or
concept, a verbalization of an extremely complex idea or set of ideas”.
Selain
kurikulum diartikan sebagai dokumen, para ahli kurikulum mengemukakan berbagai
definisi kurikulum yang tentunya dianggap sesuai dengan konstruk kurikulum yang
ada pada dirinya. Perbedaan pendapat para ahli didasarkan pada isu berikut ini:
- filosofi kurikulum
- ruang lingkup komponen kurikulum
- polarisasi kurikulum – kegiatan belajar
- posisi evaluasi dalam pengembangan kurikulum
Pengaruh
pandangan filosofi terhadap pengertian kurikulum ditandai oleh pengertian
kurikulum yang dinyatakan sebagai “subject matter”, “content” atau
bahkan “transfer of culture”. Khusus yang mengatakan bahwa kurikulum
sebagai “transfer of culture” adalah dalam pengertian kelompok ahli yang
memiliki pandangan filosofi yang dinamakan perennialism (Tanner dan
Tanner, 1980:104). Filsafat ini memang memiliki tujuan yang sama dengan essentialism
dalam hal intelektualitas. Seperti dikemukakan oleh Tanner dan Tanner
(1980:104-113) keduanya pandangan filosofi itu berpendapat bahwa adalah tugas
kurikulum untuk mengembangkan intelektualitas. Dalam istilah yang digunakan
Tanner dan Tanner (1980:104) perennialism mengembangkan kurikulum yang
merupakan proses bagi “cultivation of the rational powers: academic
excellence” sedangkan essentialism memandang kurikulum sebagai
rencana untuk mengembangkan “academic excellence dan cultivation of
intellect”. Perbedaan antara keduanya adalah menurut pandangan perenialism
“the cultivation of the intellectual virtues is accomplish only through
permanent studies that constitute our intellectual inheritance”. Permanent
studies adalah konten kurikulum yang berdasarkan tradisi Barat terdiri atas
Great Books, reading, rhetoric, and logic, mathematics. Sedangkan bagi essentialism
beranggapan bahwa kurikulum haruslah mengembangkan “modern needs through the
fundamental academic disciplines of English, mathematics, science, history, and
modern languages” (Tanner dan Tanner, 1980:109).
Perbedaan
ruang lingkup kurikulum juga menyebabkan berbagai perbedaan dalam definisi. Ada
yang berpendapat bahwa kurikulum adalah “statement of objectives” (McDonald;
Popham), ada yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rencana bagi guru untuk
mengembangkan proses pembelajaran atau instruction (Saylor, Alexander,dan
Lewis, 1981) Ada yang mengatakan bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis yang
berisikan berbagai komponen sebagai dasar bagi guru untuk mengembangkan
kurikulum guru (Zais,1976:10). Ada juga pendapat resmi negara seperti yang
dinyatakan dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa
kurikulum adalah “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaranserta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untukmencapai tujuan pendidikan tertentu” (pasal 1 ayat
19).
Definisi
yang dikemukakan terdahulu menggambarkan pengertian yang membedakan antara apa
yang direncanakan (kurikulum) dengan apa yang sesungguhnya terjadi di kelas
(instruction atau pengajaran). Memang banyak akhli kurikulum yang menentang
pemisahan ini tetapi banyak pula yang menganut pendapat adanya perbedaan antara
keduanya. Kelompok yang menyetujui pemisahan itu beranggapan bahwa kurikulum
adalah rencana yang mungkin saja terlaksana tapi mungkin juga tidak sedangkan
apa yang terjadi di sekolah/kelas adalah sesuatu yang benar-benar terjadi yang
mungkin berdasarkan rencana tetapi mungkin juga berbeda atau bahkan menyimpang
dari apa yang direncanakan. Perbedaan titik pandangan ini tidak sama dengan
perbedaan cara pandang antara kelompok akhli kurikulum dengan akhli teaching
(pangajaran). Baik akhli kurikulum mau pun pengajaran mempelajari fenomena
kegiatan kelas tetapi dengan latar belakang teoritik dan tujuan.
Komponen-Komponen
Kurikulum
Kurikulum
merupakan suatu sistem yang memiliki komponen – komponen tertentu. komponen –
komponen apa saja yang membentuk sistem kurikulum itu? Bagaimana keterkaitan
antar komponen itu? Anda dapat memperhatikan bagan dibawah ini.
Bagan
tersebut menggambarkan bahwa sistem kurikulum terbentuk oleh empat komponen,
yaitu : komponen tujuan, isi kurikulum, komponen metode atau strategi
pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi. Sebagai suatu sistem, setiap komponen
harus saling berkaitan satu sama lain. Manakala salah satu komponen yang
membentuk sistem kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen
lainnya, maka sistem kurikulum secara keseluruhan juga akan tergganggu.
Komponen Tujuan
Komponen
tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan. Dalam skala makro,
rumusan tujuan kurikulum erat kaitannya dengan filsafat atau sistem nilai yang
dianut masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan yang menggambarkan suatu masyarakat
yang di cita – citakan, misalkan, filsafat atau sistem nilai yang dianut
masyarakat Indonesia adalah pancasila, maka tujuan yang diharapkan tercapai
oleh suatu kurikulum adalah terbentuknya masyarakat yang pancasilais. Dalam
skala mikro, tujuan kurikulum berhubungan dengan misi dan visi sekolah serta
tujuan yang lebih sempit, seperti tujuan setiap mata pelajaran dan tujuan
proses pembelajaran.
Komponen Isi/ Materi Pelajaran
Isi
kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman belajar yang
harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu menyangkut semua aspek baik yang
berhubungan dengan pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan
pada isi setiap materi pelajaran yang diberikan maupun aktivitas dan kegiatan
siswa. Baik materi maupun aktivitas itu seluruhnya diarahkan untuk mencapai
tujuan yang ditentukan.
Komponen Metode/ Strategi
Strategi dan
metode merupakan komponen ketiga dalam pengembangan kurikulum. Komponen ini
merupakan komponen yang memiliki peran yang sangat penting, sebab berhubungan
dengan implementasi kurikulum. Bagaimana bagus dan idealnya tujuan yang harus
dicapai tanpa strategi yang tepat untuk mencapainya, maka maka tujuan itu tidak
mungkin dapat tercapai. Strategi meliputi rencana, metode dan perangkat
kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Sejalan dengan
pendapat diatas, T. Rajakoni mengartikan strategi pembelajaran sebagai pola dan
urutan umum perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dari kedua
pengertian diatas, ada dua hal yang patut kita cermati. Pertama, strategi
pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam
pembelajaran. Ini berarti penyusunan atau strategi baru sampai pada proses
penyusunan rencana kerja, belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun
untuk mencapai tujuan tertentu. artinya, arah dari semua keputusan penyusunan
strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan langkah – langkah
pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya
diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan.
Upaya untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun tercapai secara optimal, dinamakan metode. Ini berarti
metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan
demikian, bisa jadi satu strategi pembelajaran digunakan beberapa metode.
Misalnya untuk melaksanakan strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah
sekaligus metode tanya jawab atau bahkan diskusi dengan pemanfaatan sumber daya
yang tersedia termasuk menggunakan media pembelajaran. Oleh karena itu, strategi
berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada a plan of operation achieving
something, sedangkan metode adalah a way in achieving something.
Istilah lain
juga yang memiliki kemiripan dengan strategi adalah pendekatan (approach).
Sebenarnya pendekatan berbeda dengan strategi maupun metode. Pendekatan dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran.
Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran,
yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered approach) dan
pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered approach).
Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct
instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.
Sedangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran discovery dan inquiry serta strategi pembelajaran
induktif. Dengan demikian, istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karena itu,
strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung
dari pendekatan tertentu.
Evaluasi
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum. Melalui evaluasi, dapat
ditentukan nilai dan arti kurikulum sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan
apakah suatu kurikulum perlu dipertahankan atau tidak, dan bagian – bagian mana
yang harus disempurnakan. Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektivitas
pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum, evaluasi dapat berfungsi untuk
mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, atau
evaluasi digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang
ditetapkan. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven (1967) adalah evaluasi
sebagai fungsi sumatif dan evaluasi sebagai fungsi formatif. Evaluasi sebagai
alat untuk melihat keberhasilan pencapaian tujuan dapat dikelompokkan kedalam
dua jenis, yaitu tes dan nontes.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar